UINSU Tanggapi Dugaan Pelecehan Mahasiswi oleh Mantan Asisten Dosen

Duniamedan.com – Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) akhirnya memberikan pernyataan resmi terkait dugaan pelecehan seksual terhadap seorang mahasiswi berinisial NA (18 tahun) oleh seseorang yang pernah menjadi asisten dosen di kampus tersebut. Kasus ini menuai perhatian publik dan menjadi perbincangan hangat, khususnya di lingkungan akademik.

Ketua Tim Kerja Sama Kelembagaan dan Humas UINSU, Subhan Dawawi, mengonfirmasi bahwa pelaku yang disebut-sebut bernama Abu Hasan Al-Asyari memang pernah terdaftar sebagai tenaga pengajar tidak tetap di Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI). Ia mengajar pada mata kuliah Pembelajaran Baca Tulis Al-Qur’an selama Tahun Akademik 2020–2021.

“Benar, yang bersangkutan pernah menjadi dosen tidak tetap pada salah satu program studi di kampus kami, namun statusnya tidak lagi aktif sejak tahun akademik berakhir,” jelas Subhan dalam keterangan resminya kepada wartawan, Kamis (1/5/2025). Ia menambahkan bahwa UINSU sangat menyesalkan adanya dugaan tindakan pelecehan seksual yang mencoreng nama baik institusi pendidikan.

Subhan juga menjelaskan bahwa pihak kampus telah membentuk tim investigasi internal untuk menyelidiki dugaan tersebut. Tim ini terdiri dari unsur pimpinan fakultas, bagian kemahasiswaan, dan unsur dari Pusat Studi Gender dan Perlindungan Anak (PSGPA). Langkah ini diambil agar proses penanganan kasus berjalan transparan, adil, dan sesuai prosedur.

Mahasiswi berinisial NA dilaporkan mengalami pelecehan saat mengikuti bimbingan akademik oleh terduga pelaku. Kasus ini mulai terungkap setelah korban memberanikan diri menceritakan pengalaman pahitnya kepada teman seangkatannya, yang kemudian menyebar ke media sosial dan menjadi viral.

Dukungan terhadap NA pun terus mengalir, baik dari sesama mahasiswa, dosen, maupun aktivis perempuan di Sumatera Utara. Mereka mendesak pihak kampus untuk bersikap tegas dan melindungi korban, serta memastikan lingkungan kampus tetap aman dari segala bentuk kekerasan seksual.

Pihak universitas menegaskan bahwa mereka tidak akan mentolerir tindakan kekerasan seksual dalam bentuk apa pun, termasuk pelecehan yang dilakukan oleh tenaga pengajar. “Kami sangat prihatin atas kejadian ini dan akan mengambil langkah tegas apabila terbukti benar,” tegas Subhan.

Kasus ini juga telah dilaporkan ke aparat kepolisian untuk ditindaklanjuti secara hukum. Korban, didampingi oleh kuasa hukum dan aktivis perlindungan perempuan, telah memberikan keterangan awal kepada pihak berwenang. Mereka berharap agar proses hukum berjalan cepat dan pelaku bisa segera ditindak.

Selain investigasi internal, UINSU juga akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem rekrutmen dan pengawasan tenaga pengajar tidak tetap. Hal ini untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa depan, sekaligus memperketat mekanisme kontrol terhadap interaksi antara dosen dan mahasiswa.

UINSU juga menyatakan siap memberikan pendampingan psikologis dan hukum kepada korban. Layanan ini disediakan melalui kerja sama dengan unit layanan konseling kampus dan lembaga bantuan hukum mitra universitas. Pihak kampus menilai bahwa korban harus diprioritaskan untuk mendapatkan pemulihan yang layak.

Subhan menambahkan, “Kami mendukung proses hukum sepenuhnya dan akan bekerja sama dengan semua pihak, baik internal maupun eksternal, untuk memastikan pelaku tidak lolos dari tanggung jawab.” Ia juga mengimbau seluruh civitas akademika untuk aktif melaporkan jika mengalami atau mengetahui tindakan serupa.

Kasus ini menyoroti pentingnya penegakan kebijakan kampus bebas kekerasan seksual. Banyak mahasiswa menyerukan agar kampus tidak hanya bereaksi saat kasus mencuat ke publik, melainkan membangun sistem pencegahan sejak dini melalui edukasi dan pelatihan anti-kekerasan.

Beberapa organisasi mahasiswa bahkan telah mengajukan petisi kepada rektorat agar memperkuat unit-unit layanan perlindungan korban dan mempercepat penerapan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan perguruan tinggi.

Reaksi cepat UINSU dalam menanggapi kasus ini menjadi langkah awal yang penting. Namun, masyarakat menantikan tindakan nyata yang tidak hanya menyelesaikan satu kasus, tetapi juga membenahi sistem yang selama ini dianggap masih lemah dalam menangani kasus kekerasan seksual di kampus.

Dengan sorotan yang begitu besar dari publik, diharapkan kasus dugaan pelecehan ini dapat menjadi momentum perubahan, baik di UINSU maupun di institusi pendidikan tinggi lainnya, untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan bebas dari kekerasan seksual.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *