Sidang Masih Berlangsung, AKBP Oloan Siahaan Jalani Proses Hukum Atas Kasus Penembakan Remaja di Tol Belmera

DUNIAMEDAN.COM – Tragedi penembakan yang dilakukan oleh Kapolres Belawan nonaktif, AKBP Oloan Siahaan, terhadap dua remaja di ruas Tol Belmera masih menyisakan duka dan keprihatinan mendalam. Peristiwa yang terjadi hampir dua bulan lalu itu mengundang kecaman luas dari masyarakat dan menjadi sorotan tajam terhadap profesionalisme aparat penegak hukum di Indonesia.

AKBP Oloan Siahaan, yang kini berstatus nonaktif, diduga melakukan penembakan terhadap dua remaja tanpa alasan yang jelas. Penembakan itu terjadi di malam hari di jalan tol Belmera, sebuah ruas jalan tol yang menghubungkan Medan dan Pelabuhan Belawan. Insiden ini segera memicu reaksi dari berbagai kalangan, terutama karena menyangkut tindakan kekerasan oleh aparat kepada warga sipil.

Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto, pada Selasa (1/7/2025), mengonfirmasi bahwa AKBP Oloan masih menjalani proses sidang etik dan pidana di Mabes Polri. “Terkait dengan Pak Oloan masih dalam persidangan di Mabes Polri,” ucap Irjen Whisnu kepada awak media. Ia memastikan bahwa proses hukum terhadap tersangka berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.

Sejak peristiwa terjadi, AKBP Oloan langsung dicopot dari jabatannya untuk kepentingan penyidikan. Mabes Polri segera mengambil alih penanganan kasus ini mengingat sensitivitas dan dampaknya terhadap kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.

Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, dua remaja yang menjadi korban penembakan mengalami luka tembak serius dan sempat menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Salah satu dari mereka kini dilaporkan dalam kondisi stabil, sementara yang lainnya masih dalam pemulihan trauma psikologis yang cukup berat.

Komnas HAM turut terlibat dalam memantau kasus ini dan telah mengeluarkan pernyataan bahwa tindakan kekerasan yang tidak proporsional oleh aparat negara adalah bentuk pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Mereka mendesak agar sidang terhadap Oloan dilakukan secara transparan dan adil.

Sidang yang berlangsung di Mabes Polri ini tidak hanya mengusut aspek pidana dari penembakan, tetapi juga menilai pelanggaran kode etik profesi. Jika terbukti bersalah, Oloan tidak hanya terancam hukuman penjara, tetapi juga pemecatan tidak dengan hormat dari kepolisian.

Masyarakat, terutama keluarga korban, berharap keadilan ditegakkan seadil-adilnya. Mereka terus mengikuti jalannya persidangan dan meminta agar institusi kepolisian terbuka dalam menyampaikan perkembangan kasus ini kepada publik.

Di sisi lain, berbagai aktivis hukum dan pengamat kepolisian menilai kasus ini sebagai momentum penting untuk mereformasi sistem pengawasan internal kepolisian. Tindakan brutal yang dilakukan oleh oknum aparat tidak boleh lagi ditoleransi di tengah upaya membangun polisi yang humanis dan profesional.

Sejumlah organisasi masyarakat sipil juga melakukan aksi solidaritas dan doa bersama untuk korban penembakan. Mereka menuntut adanya jaminan perlindungan terhadap warga sipil, serta mendesak Kapolri agar memberikan sanksi tegas terhadap pelanggaran serupa di masa depan.

Pemerintah daerah juga turut menyatakan keprihatinan atas peristiwa ini. Gubernur Sumatera Utara bahkan meminta jajaran kepolisian di wilayahnya untuk meningkatkan pelatihan penanganan konflik dan pendekatan non-kekerasan terhadap masyarakat.

Penanganan kasus ini akan menjadi tolok ukur kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia. Jika proses persidangan dinilai tidak adil, dikhawatirkan akan semakin meruntuhkan kredibilitas institusi Polri yang belakangan ini sedang berupaya memperbaiki citra.

Sementara itu, Mabes Polri menegaskan komitmennya dalam menyelesaikan kasus ini secara objektif dan profesional. Mereka membuka ruang bagi Komnas HAM dan lembaga independen lainnya untuk mengawasi jalannya proses hukum terhadap AKBP Oloan Siahaan.

Hingga kini, publik masih menanti hasil sidang yang digelar tertutup itu. Apakah Oloan akan dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman setimpal, atau justru bebas dari jeratan hukum, masih menjadi tanda tanya besar yang menyisakan keresahan di tengah masyarakat.

Tragedi ini menjadi pengingat penting bahwa penggunaan senjata api oleh aparat harus dilandasi prosedur yang ketat dan tidak boleh sembarangan. Tindakan represif yang berujung pada korban jiwa maupun luka harus dicegah agar kejadian serupa tidak kembali terulang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *