
editormedan.com – Belawan – Aktivitas pembuangan limbah cair ke laut oleh perusahaan PT SI menuai protes keras dari para nelayan di kawasan Belawan. Limbah yang diduga berasal dari aktivitas industri tersebut telah mencemari perairan, menyebabkan penurunan hasil tangkapan ikan yang signifikan.
Nelayan setempat mengeluhkan kondisi ini karena pencemaran air laut berdampak langsung pada mata pencaharian mereka. “Biasanya kami bisa membawa pulang puluhan kilogram ikan setiap melaut, tapi sekarang hasilnya tidak sampai setengahnya. Ikan semakin sulit ditemukan,” keluh Herman, seorang nelayan Belawan.
Selain penurunan hasil tangkapan, banyak nelayan yang menemukan ikan dalam kondisi mati mengambang di permukaan air. Hal ini diduga akibat kadar bahan kimia berbahaya dalam limbah yang mencemari laut. Air di sekitar lokasi pembuangan limbah juga berubah warna menjadi kecokelatan dan berbau tidak sedap.
Kondisi ini telah berlangsung selama beberapa bulan terakhir, namun belum ada tindakan nyata dari pihak terkait untuk menyelesaikan masalah tersebut. Nelayan menyebut bahwa limbah tersebut berasal langsung dari pipa yang menuju ke laut, diduga milik PT SI.
“Kalau dibiarkan terus seperti ini, kami nelayan bisa kehilangan mata pencaharian. Siapa yang akan bertanggung jawab? Anak istri kami butuh makan,” tambah Herman dengan nada emosi.
Protes juga datang dari komunitas lingkungan hidup di Belawan. Mereka menilai bahwa tindakan pembuangan limbah ini merupakan pelanggaran serius terhadap undang-undang lingkungan hidup. “Kami mendesak pemerintah untuk segera turun tangan dan menghentikan aktivitas ini sebelum kerusakan ekosistem semakin parah,” ujar Rina, seorang aktivis lingkungan.
Pihak PT SI sejauh ini belum memberikan tanggapan resmi terkait tudingan tersebut. Namun, masyarakat berharap perusahaan bertanggung jawab dan segera menghentikan aktivitas pembuangan limbah ke laut.
Pemerintah daerah melalui Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan telah menyatakan akan menyelidiki masalah ini. Kepala dinas, Firdaus, mengatakan bahwa pihaknya akan mengambil sampel air laut di sekitar lokasi untuk dianalisis. “Jika terbukti melanggar, perusahaan akan kami beri sanksi tegas sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.
Meski demikian, nelayan merasa langkah tersebut belum cukup. Mereka meminta solusi jangka panjang yang bisa menjamin keberlanjutan ekosistem laut dan kelangsungan hidup mereka sebagai nelayan tradisional.
“Selama ini kami bergantung pada laut untuk mencari makan. Kalau lautnya rusak, kami harus bekerja apa? Kami tidak punya pilihan lain selain melaut,” ungkap Ridwan, salah satu nelayan yang sudah 20 tahun berprofesi di perairan Belawan.
Selain nelayan, dampak pencemaran ini juga dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar pesisir. Aroma tak sedap dari limbah sering tercium hingga ke pemukiman, menurunkan kualitas hidup warga.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat terhadap aktivitas industri yang berpotensi merusak lingkungan. Nelayan Belawan dan masyarakat berharap masalah ini segera mendapat perhatian serius dari pemerintah dan pihak terkait agar kehidupan mereka bisa kembali seperti semula.