Eks Wadirreskrimsus Polda Sumut AKBP DK Dipecat, Diduga karena Orientasi Seksual

Duniamedan.com – Mantan Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Wadirreskrimsus) Polda Sumatera Utara, AKBP DK, resmi diberhentikan secara tidak hormat atau Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Keputusan ini diambil setelah muncul dugaan bahwa perwira menengah tersebut memiliki orientasi seksual sesama jenis, yang dianggap bertentangan dengan norma dan kode etik kepolisian.

Informasi mengenai pemecatan AKBP DK dikonfirmasi langsung oleh Kasubbid Penmas Polda Sumut, Kompol Siti Rohani Tampubolon, pada Jumat (7/2/2025). “Sudah di-PTDH,” ujar Siti Rohani saat dimintai keterangan oleh wartawan.

Pemecatan AKBP DK ini menimbulkan beragam reaksi dari masyarakat. Sebagian mempertanyakan apakah orientasi seksual dapat menjadi alasan seseorang dipecat dari institusi kepolisian, sementara yang lain mendukung keputusan Polda Sumut jika memang ada pelanggaran disiplin atau kode etik lain yang menyertai.

Kasus ini menjadi perbincangan luas karena sangat jarang seorang perwira polisi dipecat akibat alasan seperti ini. Biasanya, PTDH dilakukan terhadap anggota kepolisian yang terlibat dalam tindak pidana, seperti korupsi, narkoba, atau tindakan kriminal lainnya.

Polda Sumut sendiri belum memberikan penjelasan rinci mengenai alasan pemecatan selain dugaan orientasi seksual AKBP DK. Tidak ada keterangan apakah yang bersangkutan juga terlibat dalam pelanggaran lain yang memperkuat keputusan PTDH tersebut.

Beberapa pakar hukum dan aktivis hak asasi manusia (HAM) mulai menyoroti kasus ini. Mereka mempertanyakan apakah pemecatan ini didasarkan pada aturan hukum yang jelas atau hanya karena stigma sosial semata. “Seharusnya ada transparansi dalam setiap keputusan yang melibatkan pemberhentian seorang aparat negara. Jika hanya didasarkan pada orientasi seksual, maka ini bisa dianggap sebagai bentuk diskriminasi,” ujar seorang pengamat hukum dari Universitas Sumatera Utara.

Di sisi lain, beberapa pihak menilai bahwa kepolisian memiliki kode etik dan standar moral yang harus dijaga. “Setiap institusi memiliki aturan internalnya sendiri. Jika memang ada aturan yang melarang hal tersebut, maka keputusan PTDH bisa dianggap sah,” kata seorang mantan perwira polisi yang enggan disebut namanya.

Hingga saat ini, AKBP DK belum memberikan pernyataan resmi terkait pemecatannya. Belum diketahui apakah ia akan mengajukan banding atau menerima keputusan tersebut. Biasanya, anggota kepolisian yang dipecat memiliki hak untuk mengajukan keberatan melalui jalur hukum atau internal kepolisian.

Kasus ini juga memunculkan pertanyaan lebih luas mengenai keberagaman dan toleransi dalam institusi negara, khususnya di tubuh Polri. Apakah seseorang dapat kehilangan pekerjaannya hanya karena identitas pribadinya? Ataukah ada alasan lain yang lebih kuat yang melatarbelakangi keputusan ini?

Masyarakat menunggu klarifikasi lebih lanjut dari Polda Sumut mengenai alasan resmi pemecatan AKBP DK. Jika benar bahwa orientasi seksual adalah satu-satunya alasan, maka ini bisa menjadi preseden yang berbahaya bagi institusi kepolisian dan pegawai negeri lainnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, isu hak asasi manusia dan keberagaman semakin menjadi perhatian di Indonesia. Banyak pihak yang berharap bahwa setiap keputusan yang diambil oleh pemerintah atau institusi negara tetap berlandaskan hukum dan tidak didasarkan pada diskriminasi.

Polda Sumut diharapkan segera memberikan pernyataan resmi yang lebih komprehensif mengenai kasus ini untuk menghindari spekulasi yang semakin berkembang di masyarakat. Transparansi dalam proses PTDH sangat penting agar publik memahami dasar keputusan yang diambil.

Selain itu, kasus ini juga bisa menjadi momentum bagi Polri untuk meninjau kembali aturan internal mereka terkait keberagaman dan inklusivitas. Institusi kepolisian yang modern diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa mengabaikan profesionalisme dan integritas.

Ke depan, langkah hukum yang mungkin diambil oleh AKBP DK juga akan menjadi perhatian. Jika ia memilih untuk menggugat keputusan ini, maka kasus ini bisa menjadi diskusi hukum yang lebih luas terkait hak-hak individu di dalam institusi negara.

Terlepas dari kontroversi yang muncul, keputusan pemecatan AKBP DK telah menjadi kenyataan. Kini, publik menanti langkah selanjutnya, baik dari pihak kepolisian maupun dari AKBP DK sendiri, dalam menyikapi kasus yang menarik perhatian banyak pihak ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *