Era Baru Penegakan Hukum: Sistem ETLE Kini Berlaku Juga untuk Pejalan Kaki

DUNIAMEDAN.COM – Polda Metro Jaya akan memperluas cakupan sistem Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) dengan menyasar pelanggaran yang dilakukan oleh pejalan kaki. Kebijakan baru ini menandai babak baru dalam penegakan hukum lalu lintas di Indonesia, di mana semua pengguna jalan tanpa terkecuali akan diawasi secara elektronik.

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Komarudin, menjelaskan bahwa perluasan sistem ETLE ini merupakan upaya menciptakan kedisiplinan menyeluruh di jalan raya. “Semua pengguna jalan bisa dikenai sanksi jika melanggar aturan, termasuk pejalan kaki. Jadi bukan hanya pengemudi kendaraan saja yang diawasi,” tegas Komarudin dalam wawancara eksklusif di Podcast Deddy Corbuzier pada Sabtu (24/5/2025).

Kebijakan ini muncul sebagai respons atas tingginya angka kecelakaan yang melibatkan pejalan kaki di Jakarta. Data Polda Metro Jaya mencatat, sekitar 22% kecelakaan lalu lintas tahun 2024 disebabkan oleh pelanggaran yang dilakukan pejalan kaki, seperti menyebrang sembarangan atau menggunakan jalan saat lampu pedestrian masih merah.

Sistem ETLE untuk pejalan kaki akan menggunakan kombinasi teknologi canggih, termasuk kamera CCTV beresolusi tinggi yang dipasang di persimpangan jalan dan zebra cross. Kamera ini mampu mengenali wajah pelanggar dan mencocokkannya dengan database penduduk. Selain itu, sistem ini juga dilengkapi dengan sensor gerak yang dapat mendeteksi pejalan kaki yang menyeberang di luar tempat yang ditentukan.

Pelanggaran yang akan dikenai tilang elektronik meliputi: menyeberang tidak di zebra cross, menyebrang saat lampu pedestrian merah, berjalan di bahu jalan tol, hingga menggunakan ponsel saat menyeberang yang dapat membahayakan keselamatan. Setiap pelanggaran akan dikenakan denda mulai dari Rp100.000 hingga Rp500.000, tergantung tingkat bahaya yang ditimbulkan.

Penerapan ETLE untuk pejalan kaki ini akan dilakukan secara bertahap. Tahap pertama akan dimulai di 25 titik rawan di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan pada Juni 2025, kemudian diperluas ke seluruh wilayah DKI Jakarta pada akhir tahun 2025. Polda Metro Jaya juga berencana mengintegrasikan sistem ini dengan aplikasi pembayaran elektronik untuk mempermudah proses pembayaran denda.

Masyarakat menyambut kebijakan ini dengan beragam tanggapan. Sebagian mendukung penuh sebagai upaya meningkatkan kedisiplinan, sementara yang lain mengkhawatirkan aspek privasi. “Bagus untuk mendidik disiplin, tapi jangan sampai mengorbankan privasi warga,” komentar Andi, seorang pengguna jalan di kawasan Sudirman.

Pakar transportasi dari Universitas Indonesia, Dr. Tri Achmadi, menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan langkah progresif. “Selama ini pejalan kaki sering merasa kebal hukum. Dengan ETLE, semua pihak akan memiliki tanggung jawab yang sama dalam menciptakan lalu lintas yang tertib,” ujarnya. Namun, ia menekankan pentingnya sosialisasi intensif sebelum penerapan.

Polda Metro Jaya telah menyiapkan strategi sosialisasi tiga bulan sebelum penerapan. Akan ada billboard edukasi di titik-titik rawan, iklan layanan masyarakat di media sosial, dan kerjasama dengan komunitas pejalan kaki. “Kami ingin masyarakat paham dulu sebelum sanksi benar-benar diterapkan,” jelas Komarudin.

Beberapa aktivis hak sipil mengingatkan agar implementasi sistem ini tidak diskriminatif. “Harus ada mekanisme klarifikasi bagi warga yang merasa salah didenda, terutama lansia atau penyandang disabilitas,” kata Sari, dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Polda menjamin akan menyediakan saluran pengaduan khusus untuk kasus-kasus seperti ini.

Di negara-negara maju seperti Singapura dan Jepang, sistem serupa telah terbukti efektif mengurangi pelanggaran pejalan kaki hingga 60% dalam dua tahun. Pengamat kebijakan publik, Faisal Basri, menyarankan agar Indonesia juga mempelajari best practice dari negara-negara tersebut, terutama dalam hal teknologi dan pendekatan edukasinya.

Persiapan teknis sedang berjalan intensif. Polda Metro Jaya telah melatih 150 personel khusus untuk memantau dan memverifikasi pelanggaran pejalan kaki melalui sistem ETLE. Mereka juga bekerja sama dengan Dinas Kependudukan untuk memastikan akurasi data identitas pelanggar.

Wali Kota Jakarta, Heru Budi Hartono, menyatakan dukungan penuh terhadap kebijakan ini. “Ini sejalan dengan visi kami menciptakan Jakarta sebagai kota pejalan kaki yang aman dan nyaman,” ujarnya. Pemprov DKI akan membantu dengan penyediaan infrastruktur pendukung seperti pedestrian yang lebih baik.

Meski demikian, tantangan terbesar adalah mengubah budaya disiplin masyarakat. Psikolog sosial, Dr. Rose Mini, menekankan bahwa penegakan hukum harus dibarengi dengan pembangunan kesadaran. “Sanksi penting, tapi yang lebih penting adalah menanamkan pemahaman bahwa peraturan ini untuk keselamatan mereka sendiri,” jelasnya.

Penerapan ETLE untuk pejalan kaki ini diharapkan bisa menjadi momentum perubahan budaya berlalu lintas di Indonesia. Seperti diungkapkan Komarudin: “Kami ingin menciptakan ekosistem lalu lintas dimana semua pengguna jalan, tanpa terkecuali, memiliki tanggung jawab yang sama untuk mematuhi aturan.” Kebijakan ini akan menjadi ujian bagi kesiapan Jakarta sebagai kota metropolitan yang menghargai keselamatan semua warganya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *