Jumlah Kartu SIM Aktif Lampaui Jumlah Penduduk, Pemerintah Waspadai Potensi Penyalahgunaan

DUNIAMEDAN.COM Jakarta – Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, mengungkapkan keprihatinannya terhadap fenomena tingginya jumlah kartu SIM aktif di Indonesia yang melebihi jumlah penduduk. Dalam sebuah pernyataan resmi, Meutya menyebutkan bahwa saat ini terdapat sekitar 315 juta kartu SIM yang aktif beredar di masyarakat. Angka ini jauh melampaui total populasi Indonesia yang diperkirakan berada di kisaran 280 juta jiwa.

“Di Indonesia ini ada 315 juta SIM card yang beredar, sementara populasi sekarang kurang lebih 280 juta. Nah, selisihnya itu dipakai apa saja?” ujar Meutya Hafid dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Jumat (17/5).

Perbedaan mencolok antara jumlah kartu SIM dan jumlah penduduk menimbulkan berbagai spekulasi terkait potensi penyalahgunaan, seperti kejahatan digital, penyebaran informasi palsu, hingga manipulasi data pengguna.

Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) kini tengah melakukan audit terhadap data pelanggan operator seluler. Langkah ini diambil untuk menelusuri apakah ada indikasi pemalsuan identitas, penggunaan data fiktif, atau praktik-praktik manipulatif lainnya.

“Yang kami khawatirkan adalah jika SIM card tersebut digunakan untuk aktivitas ilegal, termasuk penipuan online, akun robot, hingga penyebaran hoaks secara masif,” tambah Meutya.

Pemerintah juga menyoroti lemahnya proses verifikasi identitas dalam aktivasi kartu SIM, meskipun telah diwajibkan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Banyaknya laporan tentang penyalahgunaan NIK oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab memperkuat kekhawatiran ini.

Meutya menekankan bahwa pemerintah akan bekerja sama dengan operator seluler guna memperketat sistem registrasi dan validasi data pelanggan. Evaluasi terhadap regulasi yang berlaku saat ini juga tengah dipertimbangkan.

“Registrasi kartu prabayar menggunakan NIK dan KK sudah berjalan, tapi kami akan cek ulang keabsahannya. Apakah memang benar digunakan oleh pemilik identitas atau tidak,” jelasnya.

Fenomena ini juga menjadi perhatian para pakar keamanan siber. Menurut mereka, selisih jumlah SIM card ini bisa dimanfaatkan oleh oknum untuk menjalankan skema penipuan seperti OTP hijacking, serangan phishing, dan penyebaran malware.

Sementara itu, Komisi I DPR RI yang membidangi komunikasi dan informasi mendukung langkah evaluasi yang dilakukan pemerintah. Mereka menilai perlunya penguatan sistem keamanan digital nasional yang mampu mendeteksi dan mencegah aktivitas mencurigakan sejak dini.

“Kita tidak bisa menutup mata terhadap potensi ancaman digital yang muncul dari celah data seperti ini. Apalagi masyarakat makin bergantung pada layanan digital,” kata seorang anggota Komisi I.

Sebagai respons, Kemkomdigi juga berencana meluncurkan sistem pemantauan berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk mengawasi pergerakan trafik komunikasi yang tidak wajar. Sistem ini akan didesain untuk mendeteksi akun atau nomor yang beroperasi secara tidak manusiawi (non-organik).

“Deteksi awal itu penting. Kalau ada nomor yang mengirim ribuan pesan dalam waktu singkat, sistem bisa langsung mengibarkan bendera merah,” ujar Meutya.

Langkah-langkah ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem digital yang lebih aman dan terpercaya bagi masyarakat, terutama dalam menghadapi maraknya ancaman digital yang semakin canggih.

Pemerintah juga mengimbau masyarakat untuk turut aktif melaporkan nomor-nomor mencurigakan serta menjaga kerahasiaan data pribadi, termasuk NIK dan nomor kartu keluarga.

Dengan semakin terintegrasinya berbagai layanan digital ke dalam kehidupan sehari-hari, pengawasan terhadap penyalahgunaan identitas digital menjadi sangat krusial. “Kita sedang membangun kepercayaan digital. Itu tidak bisa dicapai tanpa keamanan,” tutup Meutya Hafid.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *