LSM LIRA Sumut Desak KPPU Selidiki Dugaan Kecurangan Lelang Gedung Kejatisu Senilai Rp95,7 Miliar

DUNIAMEDAN.COM – Dewan Pimpinan Wilayah Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (DPW LSM LIRA) Sumatera Utara secara resmi mendesak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk melakukan penyelidikan mendalam terhadap proses lelang pembangunan gedung Kantor Wilayah Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu). Proyek senilai Rp95,7 miliar yang bersumber dari APBD Pemprov Sumut Tahun Anggaran 2025 ini diduga mengandung praktik persekongkolan tender.

Andi Nasution, Sekretaris Wilayah LSM LIRA Sumut, mengungkapkan adanya indikasi kuat persekongkolan vertikal dan horizontal dalam proses lelang tersebut. “Kami menemukan kejanggalan-kejanggalan sistemik yang mengarah pada praktik kecurangan tender,” tegas Andi dalam konferensi pers yang digelar di Medan, Selasa (30/4/2025).

Kasus ini mencuat setelah tiga perusahaan peserta lelang, yaitu PT CSK, PT BACP, dan PT GN dinyatakan gugur dalam lelang ulang kedua pada 22 April 2025 dengan alasan yang sama. Ketiganya sebagai penawar terendah ternyata dinyatakan tidak memenuhi syarat karena jabatan manajer teknik yang tercantum dalam dokumen penawaran tidak dapat diklarifikasi. “Ini sangat mencurigakan karena ketiga perusahaan ini justru menawarkan harga paling kompetitif,” papar Andi.

LSM LIRA Sumut menduga kuat adanya rekayasa dalam proses evaluasi administrasi yang dilakukan panitia lelang. Menurut analisis mereka, penghilangan tiga peserta dengan penawaran terendah ini membuka peluang bagi peserta lain dengan harga lebih tinggi untuk memenangkan tender. Pola seperti ini, menurut LIRA, merupakan ciri khas persekongkolan tender yang merugikan negara.

Lebih lanjut, Andi menjelaskan bahwa dugaan persekongkolan horizontal terlihat dari keseragaman alasan diskualifikasi terhadap ketiga perusahaan. Sementara persekongkolan vertikal diduga terjadi antara panitia lelang dengan peserta tender tertentu. “Ada indikasi kuat bahwa panitia telah mempersiapkan alasan teknis tertentu untuk mengeliminasi pesaing tertentu,” tambahnya.

Proyek pembangunan gedung Kejatisu ini sebenarnya telah melalui beberapa kali proses lelang. Pada lelang pertama, seluruh peserta dinyatakan gugur karena dianggap tidak memenuhi persyaratan. Lelang ulang pertama juga mengalami kegagalan sebelum akhirnya dilaksanakan lelang ulang kedua yang kini menjadi sorotan.

Data yang dihimpun LSM LIRA menunjukkan nilai pagu proyek sebesar Rp95,7 miliar dengan spesifikasi bangunan berlantai 8 di atas lahan seluas 5.000 meter persegi. Proyek strategis ini seharusnya bisa memberikan manfaat optimal bagi negara jika proses pengadaannya berjalan transparan dan kompetitif.

Kepala Biro Hukum Pemprov Sumut, Dr. Rudi Hartono, ketika dikonfirmasi membantah adanya kecurangan dalam proses lelang. “Semua proses dilakukan sesuai peraturan yang berlaku. Jika ada peserta yang gugur, itu karena memang tidak memenuhi persyaratan teknis,” tegas Rudi. Namun, ia menolak memberikan penjelasan rinci tentang alasan spesifik diskualifikasi ketiga perusahaan tersebut.

Pakar hukum administrasi negara dari Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Haryanto, SH, M.Hum, menyoroti pentingnya transparansi dalam proses lelang. “Dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, prinsip persaingan sehat harus dijunjung tinggi. Diskualifikasi peserta harus disertai alasan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya.

KPPU RI melalui perwakilannya di Medan menyatakan akan segera menindaklanjuti laporan ini. “Kami akan memproses laporan tersebut sesuai prosedur dan melakukan pemeriksaan terhadap seluruh pihak terkait,” kata Kepala Perwakilan KPPU Sumut, Dr. Maya Sari, SH, LL.M. Jika terbukti terjadi pelanggaran, KPPU dapat memberikan sanksi administratif hingga merekomendasikan pembatalan tender.

Transparansi International Indonesia (TII) mendukung langkah LSM LIRA mengawal kasus ini. “Ini merupakan contoh baik partisipasi masyarakat dalam pengawasan pengelolaan keuangan negara,” ujar Koordinator TII Sumut, Roni Pasaribu. Menurutnya, proyek-proyek besar dengan nilai di atas Rp50 miliar seharusnya mendapat pengawasan ekstra ketat.

Di sisi lain, kalangan pengusaha konstruksi di Sumut menyatakan keprihatinannya. Ketua Asosiasi Pengusaha Konstruksi Indonesia (Gapensi) Sumut, Ir. Johan Situmorang, mengungkapkan bahwa praktik persekongkolan tender akan merusak iklim usaha yang sehat. “Kami mendukung penuh upaya membersihkan dunia konstruksi dari praktik-praktik tidak sehat,” tegasnya.

Masyarakat Anti Korupsi Sumatera Utara (MAKSU) telah menyiapkan tim hukum untuk mendampingi LSM LIRA dalam mengawal kasus ini. “Kami akan memastikan proses hukum berjalan transparan dan tidak ada intervensi dari pihak manapun,” kata Direktur MAKSU, Ahmad Yani, SH.

Sementara itu, tiga perusahaan yang didiskualifikasi mengaku sedang mempersiapkan gugatan hukum. Manajer PT CSK, Robert Siahaan, menyatakan: “Kami yakin telah memenuhi semua persyaratan dan akan membuktikan bahwa diskualifikasi kami tidak berdasar.” Dua perusahaan lainnya juga menyatakan sikap serupa.

Kasus ini menjadi ujian bagi komitmen pemerintah daerah dalam menerapkan prinsip good governance. Hasil penyelidikan KPPU nantinya akan menjadi penentu apakah proses lelang ini benar-benar bersih atau mengandung kecurangan yang merugikan keuangan negara. Masyarakat Sumut pun menanti penyelesaian kasus ini dengan harapan terwujudnya tata kelola pengadaan barang/jasa pemerintah yang lebih baik di masa depan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *