
DUNIAMEDAN.COM – Perusahaan teknologi geolokasi ternama asal Belanda, TomTom, baru saja merilis laporan tahunan TomTom Traffic Index yang mengukur tingkat kemacetan di berbagai kota di dunia. Hasil penelitian yang mencakup lebih dari 500 kota di 62 negara ini menempatkan Medan sebagai kota ke-15 termacet di dunia sekaligus peringkat kedua di Indonesia.
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa warga Medan menghabiskan waktu signifikan di jalanan akibat kemacetan. Untuk menempuh jarak 10 kilometer, pengendara di Medan membutuhkan waktu rata-rata 29 menit 30 detik pada jam sibuk. Angka ini menunjukkan peningkatan kepadatan lalu lintas dibanding tahun-tahun sebelumnya.
TomTom Traffic Index menggunakan metode pengukuran komprehensif dengan menganalisis data GPS dari jutaan kendaraan. Parameter penilaian meliputi waktu tempuh tambahan akibat kemacetan, tingkat kemacetan pada jam sibuk, serta dampak ekonomi dari waktu yang terbuang di jalan.
Secara global, kota Barranquilla di Kolombia menduduki posisi pertama sebagai kota termacet di dunia. Warga Barranquilla membutuhkan waktu hingga 36 menit 6 detik untuk menempuh jarak 10 kilometer, dengan total waktu terbuang mencapai 130 jam per tahun akibat macet.
Kemacetan di Medan menunjukkan pola yang unik. Tingkat kepadatan tertinggi terjadi pada pukul 07.00-09.00 pagi dan 16.00-18.00 sore. Kawasan yang paling padat meliputi Jalan Gatot Subroto, Jalan Pemuda, dan sekitar pusat perbelanjaan Sun Plaza.
Faktor utama penyebab kemacetan di Medan antara lain pertumbuhan kendaraan pribadi yang tidak diimbangi perluasan jalan, kurang optimalnya transportasi massal, serta banyaknya titik simpang yang tidak tertata dengan baik. Data Dinas Perhubungan Sumut menunjukkan pertumbuhan kendaraan bermotor mencapai 8% per tahun.
Dibandingkan kota besar Indonesia lainnya, Jakarta menempati peringkat ke-12 dunia dengan waktu tempuh 10 kilometer mencapai 31 menit 10 detik. Sementara Surabaya berada di luar 20 besar, menunjukkan bahwa masalah kemacetan di Medan lebih parah daripada kota metropolitan Jawa Timur tersebut.
Ahli transportasi dari Universitas Sumatera Utara, Dr. Irwan Syahputra, mengungkapkan bahwa kemacetan di Medan sudah mencapai tahap mengkhawatirkan. “Tanpa intervensi serius dari pemerintah, kondisi ini akan semakin parah dalam 5 tahun mendatang,” ujarnya.
Dampak kemacetan terhadap perekonomian cukup signifikan. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut memperkirakan kerugian ekonomi akibat kemacetan mencapai Rp3,5 triliun per tahun, termasuk biaya bahan bakar yang terbuang dan penurunan produktivitas.
Pemerintah Kota Medan sebenarnya telah mengupayakan beberapa solusi, seperti pembangunan underpass dan flyover. Namun, banyak pakar menilai upaya tersebut belum menyentuh akar masalah. “Pembangunan infrastruktur harus diiringi dengan pembenahan transportasi umum,” kata Ketua Masyarakat Transportasi Sumut, Rudi Hartono.
Beberapa solusi yang direkomendasikan para ahli antara lain:
- Percepatan pembangunan transportasi massal seperti LRT
- Penerapan sistem ganjil-genap yang lebih ketat
- Optimalisasi angkutan umum dengan sistem integrasi
- Pembatasan izin kendaraan angkutan barang di jam sibuk
Masyarakat Medan memberikan tanggapan beragam terhadap laporan ini. Sebagian merasa data tersebut sesuai dengan pengalaman sehari-hari, sementara lainnya menganggap kondisi sebenarnya lebih parah dari yang tercatat. “Macet di Medan sudah menjadi rutinitas yang menyebalkan,” keluh Andi, seorang pengendara ojek online.
Dari sisi lingkungan, kemacetan berkepanjangan telah meningkatkan polusi udara di Medan. Data Dinas Lingkungan Hidup mencatat indeks kualitas udara sering berada di level tidak sehat, terutama pada jam-jam padat kendaraan.
Peringkat ini seharusnya menjadi peringatan serius bagi pemangku kebijakan. Wali Kota Medan, Bobby Nasution, menyatakan akan mengevaluasi kebijakan transportasi kota. “Kami sedang menyusun masterplan transportasi jangka panjang untuk mengatasi masalah ini,” janjinya.
Sebagai perbandingan, kota-kota yang berhasil menurunkan tingkat kemacetan seperti London dan Singapura menerapkan kombinasi kebijakan tegas: pajak kemacetan, transportasi umum yang nyaman, serta disinsentif bagi kendaraan pribadi. Langkah-langkah semacam ini mungkin perlu diadopsi Medan.
Laporan TomTom Traffic Index ini diharapkan bisa menjadi momentum perubahan bagi Medan. Dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, kota ini membutuhkan sistem transportasi yang lebih efisien agar tidak kehilangan daya saing. Solusi komprehensif dan berkelanjutan mutlak diperlukan untuk mengurai benang kusut kemacetan di kota terbesar ketiga di Indonesia ini.