
DUNIAMEDAN.COM – Seorang oknum anggota polisi berpangkat Ajun Inspektur Satu (Aiptu) di lingkungan Polda Sumatera Utara resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penipuan yang merugikan seorang pedagang hingga Rp600 juta. Pelaku bernama Aiptu Amori Bate’e saat ini telah ditahan dan tengah menjalani proses hukum serta sidang kode etik oleh institusi kepolisian.
Kasus ini mencuat ke publik setelah korban, Utema Zega, melaporkan dugaan penipuan yang dilakukan oleh Aiptu Amori. Utema merupakan seorang pedagang daging babi yang berasal dari kawasan Medan dan berharap anaknya, SO (19), dapat lolos menjadi anggota Polri melalui jalur Bintara. Namun, harapan itu pupus setelah uang ratusan juta yang telah disetorkan justru tidak membuahkan hasil.
Modus yang digunakan oleh tersangka cukup meyakinkan. Ia menjanjikan kepada korban bahwa dirinya memiliki “akses dalam” dan dapat membantu meluluskan siapa pun yang ingin masuk menjadi anggota Polri, asalkan bersedia membayar sejumlah uang. Tawaran tersebut langsung disambut oleh Utema yang memiliki keinginan kuat melihat anaknya menjadi polisi.
Utema kemudian menyetorkan uang secara bertahap hingga total mencapai Rp600 juta. Uang tersebut diserahkan kepada Aiptu Amori dalam kurun waktu beberapa bulan, dengan harapan proses penerimaan sang anak akan dipermudah dan dijamin lulus. Namun, hingga pengumuman resmi seleksi keluar, nama anaknya tidak tercantum sebagai peserta yang lolos.
Merasa telah ditipu, Utema segera mengumpulkan bukti dan melaporkan kasus ini ke Bidang Propam Polda Sumut. Setelah dilakukan penyelidikan dan klarifikasi, akhirnya Polda Sumut menetapkan Aiptu Amori sebagai tersangka dan menahannya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum.
“Sudah ditetapkan sebagai tersangka, dan masih dilakukan pendalaman terhadap pihak lain,” ujar Kasubbid Penmas Polda Sumut, AKBP Siti Rohani Tampubolon, kepada wartawan pada Senin, 21 Juli 2025. Ia juga menegaskan bahwa proses hukum akan dilakukan secara transparan dan profesional, serta tidak ada upaya perlindungan terhadap pelaku.
Dalam proses penyidikan, terungkap bahwa Aiptu Amori bukan kali pertama melakukan tindakan serupa. Diduga ada korban lain yang juga tertipu dengan modus serupa, meski hingga kini belum semua bersedia melapor secara resmi. Polisi membuka ruang bagi siapa saja yang merasa dirugikan oleh oknum tersebut untuk segera mengajukan laporan.
Kasus ini menyita perhatian publik, terutama karena melibatkan seorang aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat. Banyak pihak mengecam keras tindakan pelaku yang mencoreng nama institusi Polri dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses rekrutmen yang seharusnya transparan dan bersih dari praktik suap.
Pengamat kepolisian dan aktivis antikorupsi juga ikut angkat bicara. Mereka mendesak agar proses penyidikan terhadap Aiptu Amori tidak berhenti hanya di satu orang, tetapi juga menelusuri kemungkinan adanya jaringan atau keterlibatan pihak internal lain dalam praktik jual beli kursi calon Bintara.
Polda Sumut melalui Kabid Humas juga menyatakan bahwa kasus ini akan dilanjutkan dengan sidang kode etik profesi. Jika terbukti melanggar nilai-nilai etika sebagai anggota Polri, Aiptu Amori dapat diberhentikan secara tidak hormat (PTDH). Langkah ini dianggap penting untuk menjaga marwah institusi dan menegaskan bahwa Polri tidak mentoleransi penyimpangan.
Sementara itu, korban Utema Zega masih berharap uang yang telah ia keluarkan bisa dikembalikan. Ia mengaku menyesal telah percaya begitu saja pada janji manis tersangka, namun ia juga berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi masyarakat agar tidak mudah tergiur jalur pintas dalam proses seleksi anggota kepolisian.
Pihak kepolisian mengimbau masyarakat untuk selalu mengikuti proses penerimaan anggota Polri secara resmi dan tidak tergoda oleh oknum yang menawarkan kelulusan melalui cara-cara yang tidak sah. Semua proses penerimaan sudah diawasi oleh sistem terpadu dan teknologi yang mengedepankan prinsip objektivitas dan akuntabilitas.
Kasus ini menjadi catatan penting bahwa masih ada celah dalam sistem yang dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, pengawasan dan evaluasi terhadap proses seleksi harus terus diperkuat, termasuk dengan melibatkan lembaga independen atau publik untuk memastikan integritasnya.
Proses hukum terhadap Aiptu Amori Bate’e masih terus berlanjut. Masyarakat kini menunggu langkah tegas dari institusi Polri dalam menjatuhkan sanksi terhadap pelaku dan melakukan reformasi menyeluruh agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.